Perhutanan Sosial di Sumbar, Model Peningkatan Pendapatan Petani dan Konservasi Alam
Agam -- Gubernur Mahyeldi menyerahkan bantuan berupa alat ekonomi produktif, stup lebah madu galo-galo, dan sarana prasarana ekowisata senilai total Rp. 6,7 M pada kelompok-kelompok perhutanan sosial di Nagari Pagadih, Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam, Sabtu (21/10/2023).
Berjarak 42 km di utara Kota Bukittinggi, Pagadih merupakan nagari yang menyimpan potensi alam yang melimpah. Dibawah binaan Dinas Kehutanan dan World Research Institute (WRI) Indonesia, kelompok-kelompok tani hutan di Pagadih mengolah hutan seluas 674 ha dengan beragam komoditi. Kopi, durian, alpukat, manggis, ternak ayam, itik, dan ikan, serta ekowisata menjadi tumpuan bagi pendapatan masyarakat Pagadih.
Tak hanya itu, sejak dua tahun terakhir Nagari Pagadih juga mulai mengembangkan hilirisasi produk pertanian dan perhutanan sosial berupa teh daun gambir, gula semut, beras organik, minyak serai wangi, dan tas kampiah mansiang.
Perkembangan produksi pertanian dan perhutanan masyarakat Pagadih ini, tak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang menargetkan peningkatan pendapatan petani, termasuk petani hutan. Melalui program unggulan perhutanan sosial, perluasan kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat, peningkatan jumlah unit usaha berbasis kehutanan, serta nilai tambah dan produksi perhutanan menjadi upaya yang dilakukan Pemprov Sumbar melalui Dinas Kehutanan.
Gubernur Mahyeldi mengatakan, 950 atau 81.97% nagari di Sumatera Barat berada di dalam maupun sekitar kawasan hutan. Hasil hutan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat nagari. Oleh karena itu, pemerintah provinsi berupaya menghadirkan alternatif pusat ekonomi berbasis komoditi hasil hutan bukan kayu, seperti madu, kopi, rotan, manau, pasak bumi dan ekowisata. Dengan tujuan agar masyarakat dapat memperoleh lebih banyak manfaat dari hutan, tanpa menebang pepohonan.
"Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan diharapkan memberikan kontribusi positif bagi keberlangsungan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan pemanfaatan jasa lingkungan tanpa harus menebang pohon," kata Gubernur Mahyeldi saat berdialog dengan warga Pagadih.
Gubernur Mahyeldi menekankan, tidak hanya Dinas Perhutanan, tapi seluruh stakeholder lintas sektor ikut terlibat. Sehingga program perhutanan sosial yang salah satunya dirasakan oleh warga Pagadih ini, dapat menjadi jawaban atas persoalan kemiskinan.
Dijelaskan Kepala Dinas Perhutanan Yozarwardi, hingga Juli 2023 tercatat capaian luas kawasan perhutanan sosial di masyarakat adalah 287.554 ha dari rencana 500.000 ha. Dengan 205 unit skema hutan perhutanan sosial yang berdampak pada 175.892 KK. Capaian ini berkontribusi pada 12,9% penduduk yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
"Capaian luas kawasan sudah lebih dari 50% yang dilakukan dalam bentuk skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan. Skema ini dilaksanakan langsung oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama," terang Yozarwardi.
Ia menambahkan, program unggulan sistem pengelolaan perhutanan sosial di Sumbar tersebut saat ini telah menjadi percontohan pengelolaan perhutanan sosial di tingkat nasional. Perhutanan sosial di Sumbar, diharapkan dapat mengubah tata kelola hutan menjadi model pengelolaan bersama masyarakat dan negara yang dapat memberi jaminan kelestarian sumber daya hutan dan kemandirian ekonomi masyarakat.
Sementara itu mewakili masyarakat setempat, Wali Nagari Pagadih Aliwar berterimakasih atas bimbingan program perhutanan sosial yang terus menggaungkan semangat dan pengetahuan pengelolaan hutan.
"Kami sangat berterimakasih karena setelah mengikuti program perhutanan sosial ini, juga atas binaan WRI, banyak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat Pagadih," ujar Aliwar.